Senin, 20 Juni 2011

LEGENDA PUTRI HIJAU


Di desa Siberaya, dekat hulu sungai Petani (sungai Deli). Kesultanan Deli Lama kira-kira 10 km dari kampung Medan, di Deli Tua sekarang seorang putri yang sangat cantik dan karena kecantikannya diberi nama Putri Hijau. Kecantikan puteri itu tersohor kemana-mana, mulai dari Aceh sampai ke ujung utara Pulau Jawa.

Sultan Aceh jatuh cinta pada puteri itu dan melamarnya untuk dijadikan permaisurinya. Utusan langsung dikirim. Pantun bersahut-sahutan. Tapi pinangan ini ditolak dan membuat Raja Aceh betul-betul dilanda murka. Ia merasa diri dan kerajaannya dihina sehingga jatuhlah perintah untuk segera menyerang benteng Puteri Hijau. Tapi karena bentengnya sangat kokoh, pasukan Aceh gagal menembusnya.

Menyadari jumlah pasukannya makin menyusut setelah banyak yang terbunuh, panglima-panglima perang Aceh memakai siasat baru. Mereka menyuruh prajuritnya menembakkan ribuan uang emas ke arah prajurit benteng yang bertahan di balik pintu gerbang. Suasana menjadi tidak terkendali karena para penjaga benteng itu berebutan uang emas dan meninggalkan posnya. Ketika mereka tengah sibuk memunguti uang logam, tentara Aceh menerobos masuk dan dengan mudah menguasai benteng.

Pertahanan terakhir yang dimiliki orang dalam adalah salah seorang saudara Puteri Hijau, yaitu Meriam Puntung. Tapi karena ditembakkan terus-menerus, meriam ini menjadi panas, meledak, terlontar, dan terputus dua. Bagian moncongnya tercampak ke kampung Sukanalu. Sedangkan bagian sisanya terlontar ke Labuhan Deli, dan kini ada di halaman Istana Maimoon Medan.


(Menurut legenda yang tersebut di atas, dengan mempergunakan kekuatan gaib, seorang dari saudara Putri Hijau menjelma menjadi seekor ular naga dan yang seorang lagi sebagai sepucuk meriam yang tidak henti-hentinya menembaki tentara Aceh hingga akhir hayatnya.)

Kesultanan Deli Lama mengalami kekalahan dalam peperangan itu dan karena kecewa, Putera mahkota yang menjelma menjadi meriam itu, meledak bagian belakangnya terlontar ke Labuhan Deli dan bagian depannya kedataran tinggi Karo, kira-kira 5 km dari Kabanjahe.
Melihat situasi yang tak menguntungkan, Ular Simangombus, saudara Sang Puteri lainnya, menaikkan Puteri Hijau ke atas punggungnya dan menyelamatkan diri melalui sebuah terusan (Jalan Puteri Hijau), memasuki sungai Deli, dan langsung ke Selat Malaka. Dan hingga sekarang kedua kakak beradik ini dipercaya menghuni sebuah negeri dasar laut di sekitar Pulau Berhala.

Namun sebuah anak legenda menyebutkan bahwa Puteri Hijau sebenarnya sempat tertangkap. Ia ditawan dan dimasukkan dalam sebuah peti kaca yang dimuat ke dalam kapal untuk seterusnya dibawa ke Aceh. Ketika kapal sampai di Ujung Jambo Aye, Putri Hijau memohon diadakan satu upacara untuknya sebelum peti diturunkan dari kapal. Atas permintaannya, ia diberikan berkarung-karung beras dan beribu-ribu telur.

Tetapi baru saja upacara dimulai, tiba-tiba berhembuslah angin ribut yang maha dahsyat, disusul gelombang yang tinggi dan ganas. Dari perut laut muncul jelmaan saudaranya, Ular Simangombus, yang dengan rahangnya mengambil peti tempat adiknya dikurung. Lalu Puteri Hijau dilarikan ke dalam laut dan mereka bersemayam di perairan pulau Berhala. Menurut cerita ini, saudara-saudara Puteri Hijau adalah manusia-manusia sakti yang masing-masing bisa menjelma menjadi meriam dan naga. Memang, cerita lisan selalu mewariskan banyak versi sesuai selera masing-masing penceritanya.

Masih banyak hal-hal lain yang terdengar dari legenda Putri hijau yang bersumber dari orang-orang tua misal :

Ada salah satu Sumpah Putri Hijau yang menyatakan “Tidak ada wanita cantik di Dunia ini yang tidak mempunyai cacat Meskipun Hanya Bekas luka sekecil apapun”. Satu lagi dulu pada waktu pementasan Sandiwara yang mengisahkan tentang Putri hijau Konon harus di lakukan ritual-ritual Khusus, Benar tidak adanya Allohu alam.

Banyak Juga pesan-pesan dari legenda ini diantaranya :
“panglima perang Aceh memakai siasat baru. Mereka menyuruh prajuritnya menembakkan ribuan uang emas ke arah prajurit benteng yang bertahan di balik pintu gerbang.” Uang bisa menghancurkan Persatuan, dan membuat kita lupa dengan banyak hal. Carilah uang dengan cara yang benar dan gunakanlah dengan bijaksana, juga jika ada sisa jangan lupa Kasih Ane :D

Sedikit Berbicara Sejarah Tentang Ke Sultanan Melayu.


Dalam bukunya, Sejarah Medan Tempo Doeloe, sejarahwan Tengku Luckman Sinar mencoba menempatkan legenda Puteri Hijau sebagai salah satu setting sejarah perlawanan Kerajaan Haru yang berpusat di Deli Tua terhadap serangan Kerajaan Aceh, sekaligus juga menjadi latar proses terbentuknya etnis Melayu di Sumatra Timur.

Nama Kerajaan Haru sudah dikenal sejak akhir abad 13. Bukti tertulis pertama yang mengabadikan kerajaan ini adalah catatan Tiongkok pada tahun 1282 M, tepatnya pada zaman pemerintahan Kubilai Khan. Catatan itu mengisahkan, Kerajaan Haru mengirimkan utusannya untuk misi dagang ke Tiongkok.

Sedang berdasarkan hikayat Melayu dan hikayat Raja-raja Pasai, Kerajaan Haru sudah menganut Islam sejak pertengahan abad 13. Disebutkan, nakhoda Ismail dan Fakir Muhammad mula-mula mengislamkan negeri Fansuri (Barus), Lamiri (Lamuri), lalu Haru. Kerajaan Samudera Pasai dan Malaka sendiri diislamkan kemudian. Jadi, dari hikayat ini, Kerajaan Haru lebih dulu memeluk Islam ketimbang Aceh dan Malaka, meskipun kemudian Malakalah yang menjadi pusat pengembangan Islam di kawasan Nusantara.

Nah Mungkin di antara kita sudah banyak mendengar Versi-versi lain dari legenda ini, namun apa pun itu tetap kita musti mengambil hal-hal Positve dari semuanya.
Dan yang paling penting jangan lupakan Sejarah Kita.

Diambil Dari Berbagi Sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar